BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
a. Pengertian Ekonomi Islam
Sebelum mengetahui tentang definisi ekonomi islam,
pemahaman tentang makna literalis kata ekonomi (al-iqtishad) penting untuk
diketahui. Dalam literatur arab disebutkan al-qisad
(ekonomi) berarti kelurusan cara, dan al-iqtishad (ekonomis) juga bermakna
adil/keseimbangan.
Adapun arti islam, literatur arab menyebutkan
syariat islam berarti ketundukan untuk merealisasikan aturan serta kewajiban
yang dibawah oleh Nabi Muhammad saw. Ungkapan ‘seorang adalah muslim’ berarti seorang yang berserah diri terhadap
perintah Allah dan ikhlas karenanya dalam beribadah. Adapun secara istilah,
para pakar ekonomi islam mendefinisikannya secara beragam, antara lain:
a. Dr. Muhammad Bin Abdullah Al-Arabi mendefinisikan bahwa
ekonomi islam adalah kumpulan prinsip-prinsip umum tentang ekonomi yang kita
ambil dari al-quran, sunnah, dan pondasi ekonomi yang kita bangun atas dasar
pokok-pokok itu dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan waktu
b. Dr. Muhammad Syaugi Al-Fanjari mendefinisikan bahwa
ekonomi islam adalah segala sesuatu yang mengendalikan dan mengatur aktifitas
ekonomi sesuai dengan pokok-pokok islam dan politik ekonominya.
c. Dengan posisinya merupakan cabang dari ilmu fikih,
maka saya mendefinisikan bahwa ekonomi islam adalah ilmu tentang hukum-hukum
syariat aplikatif yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci tentang
persoalan yang terkait dengan mencari, membelanjakan, dan cara-cara
mengembangkan harta.
Ekonomi islam bukan merupakan bagian ilmu tentang
keyakinan, namun umumnya merupakan asumsi-asumsi, karena posisinya yang menjadi
bagian dari hasil pengambilan dalil-dalil umum tentang ekonomi, hadis-hadis
ahad, standar perkiraan atau sejenisnya.[1]
Pendefinisian tentang apakah ekonomi islam itu akan
berbeda dengan ekonom yang satu dengan ekonom lainnya. Monzer Kahf dalam
bukunya The Islamic Economy, menjelaskan bahwa ekonomi adalah subset dari agama. Menurut khaf pula
ekonomi islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang memiliki sifat
interdisipliner dalam arti kajian ekonomi islam tidak dapat berdiri sendiri
tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan
ilmu pemdukungnya yang lintas keilmuan termasuk didalamnya terhadap ilmu-ilmu
yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti
matematika, statistik, logika, ushul fiqhi.
Definisi ekonomi islam juga dikemukakan oleh Umar
Chapra[2]
dimana ilmu ekonomi islam diartikan sebagai suatu cabang pengetahuan yang
membantu merealisasikan kesejahteraan manusia memalui suatu alokasi dan
sdistribusi sumber daya alam yang langkah yang sesuai dengan maqashid tanpa
mengekang kebebasan individu untuk menciptakan keseimbangan makro ekonomi dan
ekologi yang berkesinambungan, membentuk solidaritas, keluarga, sosial dan
jaringan masyarakat.
Masih banyak lagi para ahli yang memberikan definisi
tentang apa itu ekonomi islam. Secara umum ekonomi islam dapat didefinisikan
sebagai suatu perilaku individu muslim dalam setiap aktivitas ekonomi
syariahnya harus sesuai dengan tuntutan syariat islam dalam rangka mewujudkan
dan menjaga maqashid syariah (agama,
jiwa, akal, nasab, dan harta).[3]
Empat nilai utama yang bisa ditarik dari ekonomi
islam adalah:
1. Peranan positif dari negara, sebagai regulator yang
mampu memastikan kegiatan ekonomi berjalan dengan baik sehingga tidak ada pihak
yang merasa dirugikan oleh orang lain. Dalam ekonomi islam, negara memiliki
peran yang kecil namu sangant penting dalam menjamin stabilitas perekonomian
umat.
2. Batasan moral atas kebebasan yang dimiliki, sehingga
setiap individu dalam setiap melakukan aktivitasnya akan mampu pula memikirkan
dampaknya bagi orang lain.
3. Kesetaraan kewajiban dan hak, hal ini mampu
menyeimbangkan anatara hak yang diterima dan kewajiban yang harus dilaksanakan.
4. Usaha untuk selalu bermusyawarah dan bekerjasama
sebab hal ini menjadi salah satu fokus utama dalam ekonomi islam.
b. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah
Kata hukum yang dikenal dalam bahasa indonesia
berasal dari bahasa arab hukm yang
berarti putusan (judgment) atau ketetapan (provision). Dalam ensiklopedi hukum
islam, hukum berarti menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya.
Sebagaimana telah disebut diatas, bahwa kajian ilmu
ekonomi islam terikat dengan nilai-nilai ekonomi islam atau dalam istilah
sehari-hari terikat dengan ketentuan halal haram, sementara persoalan halal
haram merupakan salah satu lingkup kajian hukum, maka hal tersebut menunjukkan
keterkaitan yang erat antara hukum, ekonomi dan syariah. Pemakaian kata syariah
sebagai fikih tampak secara khusus pada pencantuman syariah islam sebagai
sumber legislasi dibeberapa negara muslim, perbankan syariah, asuransi syariah,
ekonomi syariah.
Dari sudut pandang ajaran islam, istilah syariah
sama dengan syariat yang pengertiannya berkembang mengarah pada makna fikih,
dan bukan sekedar ayat-ayat atau hadis-hadis hukum. Dengan demikian yang
dimaksud dengan ekonomi syariah adalah dalil-dalil pokok mengenai ekonomi yang
ada dalam al-quran dan hadis. Hal ini memberikan tuntutan kepada masyarakat
islam di Indonesia untuk membuat dan menerapkan sistem ekonomi dan hukum
ekonomi berdasarkan dalil-dalil pokok yang ada dalam al-quran dan hadis. Dengan
demikian, dua istilah tersebut apabila disebut dengan istilah singkat ialah
sebagai sistem ekonomi syariah dan hukum ekonomi syariah.
Sistem ekonomi syariah pada suatu sisi dan hukum
ekonomi syariah pada sisi lain menjadi permasalahan yang harus dibangun
berdasarkan amanah UU di Indonesia. Untuk membangun sistem ekonomi syariah
diperlukan kemauan masyarakat untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan fikikh
dibidang ekonomi, sedangkan untuk membangun hukum ekonomi syariah diperlukan
kemauan politik untuk mengadopsi hukum fikih dengan penyesuaian terhadap
situasi dan kondisi masyarakat indonesia. Adopsi yang demikian harus merupakan
ijtihad para fuqaha ulama dan pemerintah, sehingga hukum bisa bersifat memaksa
sebagai hukum.
Dalam konteks masyarakat, hukum ekonomi syariah
berarti hukum ekonomi islam yang di galih dari sistem ekonomi islam yang ada
dalam masyarakat, yang merupakan pelaksanaan fikih dibidang ekonomi oleh
masyarakat. Pelaksanaan sistem ekonomi oleh masyarakat membutuhkan hukum untuk
mengatur guna menciptakan tertib hukum dan menyelesaikan masalah sengketa yang
pasti timbul pada interaksi ekonomi. Dengan kata lain sistem ekonomi syariah
memerlukan dukungan ekonomi syariah untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang
mungkin muncul dalam masyarakat.
Produk hukum ekonomi syariah secara kongkret di
Indonesia khususnya dapat dilihat dari pengakuan atas fatwa dewan syariah
nasional, sebagai hukum materiil ekonomi syariah, untuk kemudia sebagian
dituangkan dalam PBI atau SEBI. Demikian juga dalam bentuk undang-undang,
seperti contohnya undang-undang no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, UU
no 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, dan lain sebagainya, diharapkan
dapat mengisi kekosongan perundang-undangan dalam bidang ekonomi syaraiah.
Untuk bidang asuransi, reksadana, obligasi dan pasar
modal syariah serta lembaga keuangan syariah lainnya tentu juga memerlukan
peraturan perundangan tersendiri untuk pengembangannya, selain peraturan
perundangan lain yang sudah ada sebelumnya. Bahan baku UU tersebut antara lain
ialah kajian fikih dari para fuqaha.
Kehadiran hukum ekonomi syariah dalam tata hukum
indonesia dewasa ini sesungguhnya tidak lagi hanya sekedar karena tuntutan
sejarah dan kependudukan (karena mayoritas beragama islam) seperti anggapan
sebagian orang/pihak, akan tetapi, lebih jauh dari itu, juga disebabkan
kebutuhan masyarakat luas setelah diketahui dan dirasakan benar betapa adil dan
meratanya sistem ekonomi syariah dalam mengawal kesejahteraan rakyat yang di
cita-citakakan oleh bangsa dan negara kesatuan republik indonesia. Hal ini
seiring dengan perkembangan masyarakat yang semakin kritis tentang mekanisme
investasi dengn sistem bagi laba dan rugi itu diterapkan dan berdampak lebih
baik.
Kegiatan para pelaku ekonomi sebagai subjek hukum selalu
menunjukkan kecenderungan semakin mapan dengan frekuensi semakin cepat dan
jenis hubungan hukum yang semakin beragam. Pada dasarnya hukum ekonomi selalu
berkembang berdasarkan adanya:
1. Peluang bisnis/usaha baru
2. Komoditi baru yang ditawarkan oleh iptek/teknologi
3. Permintaan komoditi baru
4. Kecenderungan perubahan pasar
5. Kebutuhan-kebutuhan baru di dalam pasar
6. Perubahan politik ekonomi
7. Berbagai faktor pendorong lain misalnya, pergeseran
politik dan pangsa pasar.
Guna memenuhi dan mengantisipasi kemungkinan peluang
yang ada, maka hukum seharusnya mampu memberikan solusi yang sesuai dengan
perkembangan dunia bisnis. Dalam kontek ini kajian hukum yang diperlukan ialah
kajian hukum ekonomi dan kajian hukum bisnis yang dipadukan dengan
prinsip-prinsip islam. Dengan demikian, diharapkan hukum ekonomi/hukum bisnis
pada hakikatnya juga selalu dapat dan mampu berkembang sesuai kebutuhan jaman.[4]
c. Karakteristik Ekonomi Islam
Ada beberapa hal yang mendorong perlunya mempelajari
karakteristik ekonomi islam (Yafie, 2003,27) :
1. Meluruskan kekeliruan pandangan yang menilai ekonomi
kapitalis (memberikan penghargaan terhadap prinsip hak milik) dan sosialis
(memberikan penghargaan terhadap persamaan dan keadilan) tidak bertentangan
dengan metode ekonomi islam.
2. Membantu para ekonom muslim yang telah berkecimpung dalam
teori ekonomi konvensional dalam memahami ekonomi islam.
3. Membantu para peminat studi fikih muamalah dalam
melakukan studi perbandingan antara ekonomi islam dengan ekonomi konvensional.
Sedangkan sumber karakteristik ekonomi islam adalah
islam itu sendiri yang meliputi 3 asas pokok. Ketiganya secara asasi dan
bersama mengatur teori ekonomi dalam islam, yaitu asas akidah, ahlak dan asas
hukum (muamalah).[5]
B. Ruang lingkup Ekonomi Syariah
Beberapa ekonomi memberikan penegasan bahwa
ruanglingkup dari ekonomi islam adalah masyarakat muslim atau negara muslim itu
sendiri. Artinya, ia mempelajari perilaku ekonomi dari masyarakat atau negara
muslim dimana nilai-nilai ajaran Islam dapat diterapkan. Namun, pendapat lain
tidak memberikan pembatasan seperti ini melainkan lebih kepada penekanan
terhadap prespektif islam tentang masalah ekonomi pada umumnya. Dengan kata
lain, titik tekanan ekonomi islam adalah pada bagaimana islam memberikan
pandangan dan solusi atas berbagai persoalan ekonomi yang dihadapi umat secara umum.
[6]
Ruang lingkup ekonomi syariah meliputi: ba’i, akad-jual beli, syirkah, mudharabah,
murabahah, muzara’ah dan musaqah, khiyat,istisna, ijarah, kafalah, hawalah,
rahn, wadi’ah, ghashab dan itlaf, wakalah, shulhu, pelepasan hak, ta’min,
obligasi syariah mudharabah, pasar modal, reksadana, sertifikasi bank indonesia
syariah, pembiayaan multi jasa qard, pembiayaan rekening koran syariah, dana
pensiun syariah, zakat dan hibah, dan akuntansi syariah. Untuk mempermudah
pemahaman kita akan ulas secara singkat tentang istilah-istilah diatas.
·
Ba’i dalam
istilah fiqih adalah al bai’ yang berarti menjual, membeli, dan menukar sesuatu
dengan sesuatu yang lain. Dengan demikian kata al bai’ berarti jual, tetapi
sekaligus juga beli (Haroen, 2000), sedangkan dalam pengertian perekonomian,
bai’ adalah transaksi pertukaran antara ‘ayn
yang berbentuk barang dengan dayn
yang berbentuk uang(Zulkifli, 2003).[7]
·
Akad berasal
dari bahasa arab al-aqd yang berarti perikatan, perjanjian atau permufakatan
al-ittiqaf. Secara etimologi fikih akad didefinisikan sebagai pertalian ijab
(pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai
dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan (Haroen, 2000).
Jadi akad adalah suatu perikatan, perjanjian yang ditandai dengan adanya
pernyataan melakukan ikatan (ijab) dan pernyataan menerima ikatan (qabul)
sesuai dengan syariah islamiyah yang mempengaruhi objek yang diperikatkan oleh
pelaku perikatan.[8]
·
Syirkah adalah kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak
memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko
ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
·
Mudharabah
adalah merupakan akad kerjasama antara dua pihak, dimana pihak pertama
menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi
menurut kesepakatan dalam kontrak.
·
Muzara’ah adalah
merupakan kerjasama pengolahan dana pertanian antara pemilik lahan dengan
penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap uuntuk ditanami
produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia
perbankan kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plation atas dasar
bagi hasil panen.[9]
·
Musaqah adalah bagian
dari muza’arah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan
tetap diperoleh dari presentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam kontek
adalah kerjasama pengolahan pertanian
antara pemilik lahan dengan penggarap.
·
Kafalah adalah
jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban
pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat diartikan pula pengalihan tanggung
jawab dari satu pihak kepada pihak yang lain. Dalam dunia perbankan dapat
dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.
·
Hawalah adalah
pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak
kepada pihak yang lain. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan
kegiatan anjak piutang atau factoring.
·
Rahn/gadai
adalah kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan uang atau
gadai.[10]
·
Wadi’ah merupakan
titipan atau simpanan pada bank syariah. Pronsip wadi’ah ini merupakan titipan
murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik perorangan maupun badan hukum
yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki.[11]
·
Murabaha adalah transaksi
penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.[12]
·
Khiyar adalah
hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad jual
beli yang dilakukan.
·
Ijarah adalah pemilik
jasa dari seorang ajir (orang yang dikontrak tenaganya) oleh musta’jir (orang
yang mengontrak tenaga), serta pemilikan harta dari pihak musta’jir oleh
seorang ajir. Dimana ijarah merupakan transaksi terhadap jasa tertentu dengan
disertai kompensasi. Contoh: mengontrak ahli batik dan desain untuk melakukan
kerja tertentu atau seperti mengontrak tukang celup, pandai besi, dan tukang
kayu. Apabila di dalam transaksi tersebut menyebut jasa seseorang, maka yang
disepakati adalah jasa pada orang yang bersangkutan. Contohnya adalah pelayanan
buruh.[13]
·
Istishna’
mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan salam. Istishna adalah akad
jual beli antara pembeli (al-mutashni) dan as shani (produsen yang juga sebagai
penjual). Berdasarkan akad tersebut petugas menugasi produsen untuk menyediakan
barang pesanan (al-mashnu) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan
penjualnya dengan harga yang disepakati.[14]
·
Ghashab adalah
pengambilan hak milik orang lain tanpa izin dan tanpa niat untuk memilkinya.
·
Itlaf/perusakan
adalah penggurangan sutu kualitas nilai suatu barang
·
Ju’alah adalah jasa
pelayanan pesanan/permintaan tertentu dari nasabah, misalnya untuk memesan
tiket pesawat atau barang dengan menggunakan kartu debit atau
kredit/cek/transfer. Atas jasa pelayanan ini bank memperoleh fee.[15]
·
Wakalah menurut
Antonio (2001) adalah penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Orang
yang diberikan amanat oleh orang lain maka orang yang diberi amanat akan
melakukan apa yang diamanatkan kepada dirinya atas nama orang yang memberikan
amanat (kuasa) tersebut.[16]
·
Obligasi syariah
adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai
bukti atas bagian penyetaraan terhadap aset urat berharga, baik dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing.
·
Reksadana
syariah adalah lembaga jasa keuangan non bank yang kegiatannya berorientasi
pada investasi disektor portofolio atau nilai kolektif dari surat berharga.
·
Surat berharga
komersial syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka
waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
·
Ta’min atau
asuransi menurut ahli fikih kontemporer Wahbah az-Zuhaili mendefinisikan
asuransi berdasarkan pembagiannya. Ia membagi asuransi dalam dua bentuk, yaitu
at-ta’min at-ta’awun dan at-ta’min bi qist sabit. At-ta’min at-ta’awuni atau
asuransi tolong menolong adalah kesepakatan sejumlah orang untuk membayar
sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka mendapat
kemudaratan.[17]
Musthafa Ahmad az-Zarqa
memaknai asuransi adalah sebagai suatu cara atau metode untuk memelihara
manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan
terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas
ekonominya.[18]
·
Syuuq
Maaliyah/Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum
dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
·
Waraqah Tijariah/surat
berharga syariah adalah surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah
yang lazim diperdagangkan di pasar modal, antara wesel, obligasi syariah,
sertifikasi reksadana syariah, dan surat berharga lainnya berdasarkan prinsip
syariah.
·
Salam adalah akad
jual beli barang pesanan (muslam fiih), dengan penangguhan kiriman oleh penjual
(muslam ilaihi), dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang
tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu.[19]
·
Qard menurut
Antonio (2001) adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.[20]
·
Ba’i
al-wafa/jual beli dengan hak membeli kembali adalah jual beli yang
dilangsungkan dengan syarat bahwa barang yang dijual tersebut dapat dibeli
kembali oleh penjual apabila tenggang waktu telah tiba.
C. Ekonomi Islam Sebagai Suatu Ilmu dan Norma
Pemahan tentang terminologi ekonomi positif (positive economics) dan ekonomi normatif
(normative economics) merupakan
sesuatu yang sangat penting dalam mempelajari ekonomi islam. Ekonomi ‘positif’
membahas mengenai realitas hubungan ekonomi atau membahas sesuatu yang
senyatanya terjadi, sementara ekonomi ‘normatif’ membahas mengenai apa yang
seharusnya terjadi atau apa yang seharusnya dilakukan. Keharus ini didasarkan
atas nilai (value) atau norma (norm) tertentu, baik secara eksplisit
maupun secara emplisit.
Ilmu ekonomi konvensional melakukan pemisahan secara
tegas antara aspek positif dan aspek normatif. Pemisahan aspek normatif dan
positif mengandung implikasi bahwa fakta ekonomi merupakan sesuatu yang
independen. Terhadap norma, tidak ada kausalitas antara norma dengan fakta.
Dengan kata lain, relitas ekonomi merupkan sesutatu yang bersifat independen,
dan karenanya bersifat objektif dan
akhirnya berlaku universal.
Menurut Daniel Bell perkembangan ilmu ekonomi tidak
terpisahkan dengan kebijaksanaan, karenanya dinamakan political economics.sejak
tahun 1890 nama itu di ganti menjadi economics
(tanpa political) oleh alfred
Marshal, dan kemudian di ganti lagi menjadi positive
economics. Penggunaan istilah positive
economics ini adalah untuk mempertegas perbedaannya dengan normative economics.
Oleh karena itu, ekonomi islam pada dasarnya
mengedepankan integratif antara normatif
dan positif. Islam menempatkan nilai yang tercermin dalam etika pada posisi
yang tinggi. Jadi, etika harus menjadi kerangka awal dalam ilmu ekonomi.
Penjelasan, pemahaman dan penilaian atas perilaku dan masalah-masalah ekonomi
hingga upaya pencapaian tujuan ekonomi harus di lakukan dengan kerangka ilmu
sosial yang integral. Integrasi etika dan realita dalam pandangan islam tentu
saja bukan seperti pemahaman maxweber tentang wertfrei, sebab dalam pandangan islam etikalah yang harus menguasai
ilmu ekonomi bukan sebaliknya. Dalam pandangan islam hidup seorang manusia harus
oleh syariat islam secara keseluruhan, dan inilah misi utama eksistensi manusia
di muka bumi. Syariah islam telah menyediakan perangkat yang lengkap sebagai
sistem kehidupan (manhaj al-hayalah)
dan sarana kehidupan. Sebagai
konsekuensi bahwa ekonomi islam di tujukan untuk mendapatkan falah, maka
ekonomi islam tidak hanya dapat di pandang sebagai deskripsi empiris atas
perilaku umat islam, menunjukan suatu perekonomian yang mampu membawa manusia
untuk mencapai falah tersebut.[21]
D. Urgensi Sistem Hukum Ekonomi Alternatif di Indonesia
Ekonomi islam bukan hanya merupakan praktik kegiatan
ekonomi yang dilakukan oleh individu dan komunitas muslim yang ada, namun juga
merupakan perwujudan prilaku ekonomi yang didasarkan pada ajaran islam. Ia
mencakup cara memandang permasalahan ekonomi, menganalisis, dan mengajukan
alternatif solusi atas berbagai permasalahan ekonomi.
Ekonomi islam merupakan konsekuensi logis dari
implementasi ajaran islam secara kaffah dalam
aspek ekonomi.oleh karena itu,
perekonomian islam merupakan suatu tatanan perekonomian yang dibangun atas
nilai-nilai ajaran islam yang diharapkan, yang belum tentu tercermin pada
perilaku masyarakat muslim yang ada pada saat ini.
Ekonomi islam mempelajari perilaku individu yang
dituntun oleh ajaran islam, mulai dari penentuan tujuan hidup, cara memandang
dan menganalisis masalah ekonomi, serta prinsip-prinsip dan nilai yang harus
dipegang untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam pandangan ini, tujuan ekonomi
dan nilai-nilai dianggap sebagai hal yang sudah tetap (given) atau diluar bidang ilmu ekonomi. Dengan kata lain, ekonomi
islam berbeda dengan ekonomi konvensional tidak hanya dalam aspek cara
penyelesaian masalah, namun juga dalam aspek cara memandang dan analisis
trerhadap masalah ekonomi. Ekonomi islam melingkupi pembahasan atas perilaku
ekonomi manusia yang sadar dan berusaha untuk mencapai maslahah dan fallah, yang disebut sebagai homo Islamicus atau Islamic
Man.[22]
Sistem ekonomi juga mengajarkan untuk selalu
berprinsip “jangan menjalimi dan jangan di jalimi”. Yang mana hal ini sangat
relevan dengan teori ekonomi yang sering kita dengar saat ini yaitu pareto
efisiensi, yang mana mengandung pengartian bahwa “we can better without make
the other worse off” kita menjadi lebih baik dan untung tanpa harus merugikan
pihak lain. Sistem ekonomi islam juga melarang unruk bersikp curang dalam
perekonomian seperti melarang untuk berlaku dan melaksanakan ekonomi yang
mengandung unsur tadlis, ikhtiar, maysir dan gharar. Terutama yang sangat
familiar sistem ekonomi islam itu melarang untuk melakukan riba, karena riba
itu sangat berbahaya. Riba adalah salah satu hal yang menyebabkan terjadi
kesenjangan dalam kehidupan, di mana yang kaya semakin kaya dan yang lemah akan
semakin lemah, yang akan memperbesar gap distribusi pendapatan. Serta islam
juga mengajarkan untuk membayar zakat dan infak sebagai wujud rasa sosial kita kepada
sesama manusia.
Hal inilah yang membuat sistem ekonomi islam itu
jauh lebih istimewa dari sistem ekonomi lainnya. Sistem ekonomi yang akan membawa
kepada kesejahteraan dan kemakmuaran.
Sebagai titik acuan sistem ekonomi islam dapat kita
ambil contoh dunia perbankan. Dunia perbankan boleh di bilang merupakan pembuka
jalan perkembangan ekonomi islam, namun bukanlah satu-satunya bagian yang di bahas
dalam ekonomi islam. Kenyataan menunjukan bagus tidaknya perkembangan ekonomi
islam di suatu negara juga bisa di lihat daru perkembangan perbankan islam di
negara tersebut. Dalam dunia perbankan sendiri bisa kita ketahui bahwa
perbankan islam atau yang juga di kenal dengan perbankan syariah mengalami
perkembangan yang cukup bagus, tidak hanya di indonesia, tetapi juga di negara
lain yang note bene sebagian besar
penduduknya tidak muslim. Kenyataan ini mungkin bisa menjadi langkah awal dalam
perkembangan perekonomian islam kedepannya dan menjadikan sistem ekonomi islam sebagai
alternatif sistem ekonomi yang akan di anut karena kebobrokan dari sistem
perjalanan waktu menunjukan, bahwa ekonomi syariah bisa menjadi pilihan untuk
mengatasi masalah umat yang saat ini masih mengalami krisis ekonomi adalah
menjadi tantangan bagi para pelaku ekonomi syariah untuk lebih meningkat
pemahaman umat soal prinsip ekonomi syariah, karena mereka akan menjadi pasar
potensial bagi penerapan ekonomi syariah yang bukan tidak mungkin akan menjadi
batu loncatan bagi penerapan hukum syariah di semua aspek kehidupan yang
menjadi impian banyak umat islam di negeri ini.
Di indonesia, praktek ekonomi islam, khususnya
perbankan syariah sudah ada sejak 1992. Di awali dengan berdirinya bank
muamalat indonesia (BMI) dan bank-bank perkreditan rakyat syariah (BPRS).
Namun, pada decade hingga tahun 1998, perkembangan bank syriah boleh di bilang
agak lambat. Pasalnya, sebelum terbitnya UU No. 10 tahun 1998 tentang
perbankan, tidak ada perangkat hukum yang mendukung sistem opersional bank
syariah kecuali UU No.7 tahun 1992 dan PP No. 72 tahun 1992.
Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 itu bank syariah di
pahami sebagai bank bagi hasil. Selebihnya bank syariah hatus tunduk kepada
peraturan perbankan umum yang berbasis konvensional. Karena manajemen bank-bank
syariah cenderung mengadopsi produk-produk konvensional yang “disyariatkan”.
Dengan variasi produk yang terbatas. Akibatnya tidak semua keperluan masyarakat
terakomodaso dn produk yang ada tidak kompetitif terhadap produk bank konvensiaonal.
Kalau kita perhatikan secara lebih dalam, indonesia
merupakan pelaksanaan ekonomi kapitalisme “terbaik” di dunia. Ketidakmerataan
di berbagai lini atau sektor anatara berbagai wilayah merupakan salah satu bukti
indikasi hal tersebut. Mengingat kondisi ekonomi di indonesia yang semakin
parah. Serta mengalami krisis yang tidak berkesesudahan, di perlukanlah suatu
sistem alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Sistem ekonomi islam bisa
menjadi alternatif dari sekian banyak
pilihan yang tersedia, dengan catatn juga di barengi dengan pemahaman yang
mendalam kepada masyarakat sebagai pelaksana utama aktifitas ekonomi tentang
sistem ekonomi islam itu sendiri.
[1] Abdullah Abdul Husain at-Tariqi,
Ekonomi Islam Prinsip, Dasardan Tujuan,
Magistra Insania Press cet pertama, September 2004, Hal 14
[2] M. Umar Chapra, The Future of Economies: an Islamic
Prespektive, Jakarta: SEBI, 2001
[3] M. Nur Rianto Al Arif, S.E.,
M.Si, Teori Ekonomi Islam, ALFABETA cet ke I, September 2010, Hal 6
[4] HA Hafizh Dasuki, Ensiklopedi Hukum Islam, PT Ichtiar Baru
van Hoeve, jakarta, FIK-IMA, 1997, Hal 571
[5] Mustafa Edwin Nasution,
Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, PRENADA MEDIA GRUP, Jakarta: Kencana 2007,
Cet ke II, hal 17
[6] Ditulis oleh Pusat Pengkjian dan
Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2008), Hal 17
[7] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 33
[8] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 23
[9] Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 1998), hal 170
[10] Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 1998), hal 174
[11] Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 1998), hal 166
[12] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 129
[13] Drs. Moh. Maghfur Wahid,
Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Prespektif Islam, RISALAH GUSTI, Cet ke VIII, Maret 2009, Hal
83
[14] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 161
[15] Wirdayaningsih, Bank dan
Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), Hal 137
[16] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 27
[17] Abdul Azis Dahlan, et al.,ed, Ensiklopedi
Hukum Islam, cet 4, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), Hal 138
[18] Wirdayaningsih, Bank dan
Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), Hal 177
[19] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 147
[20] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 24
[21]
Ditulis oleh Pusat
Pengkjian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2008), Hal 23-26
[22]
Ditulis oleh Pusat
Pengkjian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2008), Hal 19
[1] Abdullah Abdul Husain at-Tariqi,
Ekonomi Islam Prinsip, Dasardan Tujuan,
Magistra Insania Press cet pertama, September 2004, Hal 14
[2] M. Umar Chapra, The Future of Economies: an Islamic
Prespektive, Jakarta: SEBI, 2001
[3] M. Nur Rianto Al Arif, S.E.,
M.Si, Teori Ekonomi Islam, ALFABETA cet ke I, September 2010, Hal 6
[4] HA Hafizh Dasuki, Ensiklopedi Hukum Islam, PT Ichtiar Baru
van Hoeve, jakarta, FIK-IMA, 1997, Hal 571
[5] Mustafa Edwin Nasution,
Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, PRENADA MEDIA GRUP, Jakarta: Kencana 2007,
Cet ke II, hal 17
[6] Ditulis oleh Pusat Pengkjian dan
Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2008), Hal 17
[7] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 33
[8] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 23
[9] Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 1998), hal 170
[10] Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 1998), hal 174
[11] Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 1998), hal 166
[12] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 129
[13] Drs. Moh. Maghfur Wahid,
Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Prespektif Islam, RISALAH GUSTI, Cet ke VIII, Maret 2009, Hal
83
[14] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 161
[15] Wirdayaningsih, Bank dan
Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), Hal 137
[16] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 27
[17] Abdul Azis Dahlan, et al.,ed, Ensiklopedi
Hukum Islam, cet 4, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), Hal 138
[18] Wirdayaningsih, Bank dan
Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), Hal 177
[19] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 147
[20] Slamet Wiyono, Taufan Mauloamin,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
Hal 24
[21]
Ditulis oleh Pusat
Pengkjian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2008), Hal 23-26
[22]
Ditulis oleh Pusat
Pengkjian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2008), Hal 19